Jumat, 05 Januari 2018

Tafsir Maudhu'i Aqidah QS. al-Baqoroh: 142-152



  Tafsir Maudlu’i ‘Aqidah ayat 142-152
Oleh: Farid Muhlasol
Sejarah  Perpindahan  arah kiblat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Orang – orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: ' Apakah yang memalingkan mereka (umat islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah (Muhammad): kepunyaan alloh-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya kejalan yang lurus  .
السفهاء   merupakan berasal dari kata السفه  yang berarti keburukan / kebodohan suatu akal, pikiran, dan akhlak, yakni orang-orang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud dari pemindahan kiblat.  Ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud sufaha’ disini adalah orang-orang musyrik arab. Demikian dikemukakan al-Zajaaj. Ada juga yang mengatakan, ‘’para pendeta yahudi’’ demikian kata Mujahid. Sedangkan al-Sudi mengemukakan, ‘’yang dimaksudkan adalah orang – orang munafik.’’

Pada ayat ini berbicara tentang kiblat dimana Rasulullah SAW dan kaum muslimin solat selama di Makkah menghadap kearah masjidil haram (ka’bah), akan tetapi setelah hijrah ke madinah beliau mengarah ke Baitul Maqdis (palestina), dengan tujuan agar  bisa mengambil hati kaum yahudi/Bani Israil kiranya dengan kiblat yang sama orang Bani Israil bisa memeluk Islam, akan tetapi malah orang Bani Israil memusuhi nabi, demikian keterangan dalam tafsir al-Thabari. penjelasan dalam al-Thabari ada yang mengatakan belum tentu benar, dikarenakan pada waktu Rasulullah beralih kiblat dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis, saat itu diKa’bah masih banyak berhala-berhala dan kaum Musyrikin mengagungkan berhala-berhala disekitar Ka’bah.
Dalam hadits Shohih Bukhori dijelaskan tentang Sejarah pemindahan arah kiblat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho sebagai berikut:
عَنِ الْبَرَاءِ أَنَّ النَّبِىَّ  صلى الله عليه وسلم  كَانَ أَوَّلَ مَا قَدِمَ الْمَدِينَةَ نَزَلَ عَلَى أَجْدَادِهِ  أَوْ قَالَ أَخْوَالِهِ  مِنَ الأَنْصَارِ،  وَأَنَّهُ صَلَّى قِبَلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا ، أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُعْجِبُهُ أَنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ ، وَأَنَّهُ صَلَّى أَوَّلَ صَلاَةٍ صَلاَّهَا صَلاَةَ الْعَصْرِ ، وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ ، فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ صَلَّى مَعَهُ ، فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ مَسْجِدٍ ، وَهُمْ رَاكِعُونَ فَقَالَ أَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم  قِبَلَ مَكَّةَ ، فَدَارُوا كَمَا هُمْ قِبَلَ الْبَيْتِ ، وَكَانَتِ الْيَهُودُ قَدْ أَعْجَبَهُمْ إِذْ كَانَ يُصَلِّى قِبَلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ، وَأَهْلُ الْكِتَابِ ، فَلَمَّا وَلَّى وَجْهَهُ قِبَلَ الْبَيْتِ أَنْكَرُوا ذَلِكَ . قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَاءِ فِى حَدِيثِهِ هَذَا أَنَّهُ مَاتَ عَلَى الْقِبْلَةِ قَبْلَ أَنْ تُحَوَّلَ رِجَالٌ وَقُتِلُوا ، فَلَمْ نَدْرِ مَا نَقُولُ فِيهِمْ ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُم

Dari Barra' bahwa Rasulullah SAW pertama kali datang ke Madinah tinggal di rumah kakek atau paman-paman beliau dari kalangan Ansar. Ketika itu Rasulullah shalat menghadap Baitul Maqdis (Al Quds atau Yerusalem) antara 16 atau 17 bulan lamanya. Sesungguhnya Rasulullah lebih suka Baitullah (Ka'bah) sebagai kiblatnya. Rasulullah SAW pertama kali melaksanakan shalat dengan menghadap Ka'bah adalah shalat Asar yang dilaksanakannya secara berjamaah. Kemudian salah seorang yang selesai bermakmum kepada Nabi keluar dan pergi melewati sebuah masjid pada saat jamaahnya sedang ruku' menghadap Baitul Maqdis. Lantas orang itu berkata, "Demi Allah, baru saja saya shalat bersama Rasulullah SAW menghadap ke Baitullah di Makkah." Maka dengan segera mereka mengubah kiblat menghadap ke Baitullah. Orang Yahudi dan ahli kitab mulanya sangat bangga ketika Nabi dan para pengikutnya shalat menghadap Baitul Maqdis. Tetapi setelah umat Islam beralih ke Baitullah mereka mencela perubahan itu. Zuhair berkata, Abu Ishaq mengatakan dari Barra' dalam hadits ini, bahwa banyak orang yang telah meninggal di masa kiblat masih ke Baitul Maqdis dan banyak juga yang terbunuh setelah kiblat menghadap ke Baitullah. Kami tidak mengerti bagaimana hukumnya shalat itu. Lalu turunlah ayat, "Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu."(QS. Al Baqarah : 143)
Mengenai Rasulullah lamanya shalat menghadap Baitul Maqdis, menurut pendapat Ibnu Abbas dan Barra’ bin Azib  17 bulan sedangkan menurut Qatadah 16 bulan.
Islam yang Moderat
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ
Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat islam) ‘’umat pertengahan’’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi atas perbuatan kamu, kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar kamu mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.
Umat islam dijadikan umat pertengahan (moderat), yakni umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran, baik didunia maupun diakhirat. dan dalam terjemah tafsir Ibnu Katsir kata Wasath yang dimaksud disini adalah umat yang terbaik, ketika Allah menjadikan umat ini sebagai ummatan wasathon, maka Dia memberikan kekhususan kepadanya dengan syariat yang paling sempurna, serta jalan yang lurus.
Sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Hajj 87:
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. Ikutilah agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang Muslim sejak dahulu, dan begitu pula dalam al-Quran ini, agar rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia.
Allah SWT tidaklah mensyari’atkan menghadap ke Baitul Maqdis melainkan agar diketahui dan diujinya siapa yang mengikuti Rasulullah SAW, beriman kepadanya dan mengikuti beliau dalam semua keadaan dengan orang yang malah berbalik, seperti halnya seorang Guru yang mengerti tentang ketidak lulusan seoarang siswa, tetapi untuk dijadikan sebuah bukti dalam dunia pengetahuan maka sang guru harus mengujinya sehingga diketahui ketidak lulusan siswa tersebut.  Disamping itu,  kitab- kitab terdahulu mengabarkan bahwa ia akan menghadap ke ka’bah. Oleh karena itu, sebagai orang yang sadar, dimana tujuannya adalah mengejar yang hak akan bertambah iman dan keta’atannya kepada Rasulullah SAW. Sebaliknya orang yang malah berbalik, berpaling dari kebenaran dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia akan bertambah kufur dan kufur.
Zuhair berkata, Abu Ishaq mengatakan dari Barra' dalam hadits ini, bahwa banyak orang yang telah meninggal di masa kiblat masih ke Baitul Maqdis dan banyak juga yang terbunuh setelah kiblat menghadap ke Baitullah. Kami tidak mengerti bagaimana hukumnya shalat itu. Lalu turunlah ayat...


وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah maha pengasih, maha penyayang kepada manusia.

تحويل القبلة (Memindahkan Qiblat)
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Kami melihat wajahmu (muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjid al-Haram. Dan dimana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab (Taurat-Injil)tahu, bahwa pemindahan kiblat itu adalah kebenaran dari tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.
 قد  dalam tafsir munir dijelaskan dengan arti كثرة الرؤية  (sering melihat) dimana saat itu Rasulullah (penuh harap) sering menengadah ke langit melalui ayat ini Allah menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, bahawa Allah mengetahui keinginan dan do’a nabi agar kiblat segera pindah ke Makkah, dan Allah mengabulkan dengan menyatakan dalam firmannya: sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang engkau sukai, dan sekarang palingkanlah wajahmu ke arah Masjid Al-Haram.
Golongan kaum Suffiyun menanggapi pada ayat ini dalam term ‘’mengalihkan wajah’’ bukan hati dan pikiran yang dialihkan, dikarenakan hati termasuk sesuatu yang Ghaib maka mengalihkannya kepada Allah SWT, berbeda dengan wajah yang merupakan sesuatu yang nyata yang bisa dialihkan ke bangunan berbentuk kubus yakni Ka’bah Masjid al-Haram.  
وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ  redaksi pengagalan dalam ayat ini tidak hanya ditujukan kepada nabi Muhammad SAW, melainkan ditujukan kepada semua manusia tanpa kecuali ketika menjalankan ibadah Shalat dengan memalingkan wajah kearah kiblat (ka’bah) Masjid al-Haram di segala penjuru, baik timur maupun barat, utara maupun selatan.
وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab (Taurat-Injil)tahu, bahwa pemindahan kiblat itu adalah kebenaran dari tuhan mereka.
وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
Dan walaupun engkau (Muhammad) memberikan semua ayat (keterangan) kepada orang-orang yang diberi kitab itu, mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan engkau pun tidak akan mengikuti kiblat mereka. Sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat yang lain. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah sampai ilmu kepadamu, niscaya engkau termasuk orang-orang dzalim.
Ayat ini mengandung dua kali perandaian yang disebabkan keras kepalanya orang yahudi, yang pertama, seandainya Rasulullah SAW mengemukakan semua dalil tentang kebenaran yang beliau bawa, niscaya mereka tidak akan mengikuti kiblatmu dan engkau tidak akan mengikuti mereka, bahkan mereka tidak mengikuti kiblat manapun dan dimanapun, dikarenakan mereka keras kepala dan iri hati, sebagaimana firman Allah dalam Surat Yunus    ayat 96-97:
إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman. Meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.
Yang kedua, seandainya engkau mengikuti keinginan nafsu orang-orang Yahudi dan Nasrani, apalagi setelah mengetahui kebenarannya, maka engkau dinilai sebagai orang-orang yang dzalim

Kebenaran Nabi yang disembunyikan Ahlul Kitab
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang yang telah kami beri kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad SAW) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengerti.
ليكتمون الحق dalam tafsir al-Thabari Abu Ja’far mengatakan kebenaran  merupakan sebuah kiblat yang dijadikan Allah bagi Nabi Muhammad namun mereka merahasiakannya, disamping itu identitas Nabi Muhammad juga mereka rahasiakan, bagai   sebuah perumpamaan bahwa pengetahuan yang mereka dapatkan dalam kitab suci mereka tentang pengenalan Nabi Muhammad SAW begitu kuat dan jelas seperti halnya pengetahuan mereka tentang anaknya sendiri akan tetapi mereka malah menyembunyikan kebenarannya.
Allah SWT memberitahukan bahwa orang-orang yang berilmu dari kalangan Ahlul Kitab mengetahui tentang kebenaran yang dibawa Rasulullah SAW, sebagaimana salah seorang diantara mereka mengetahui dan mengenal anak-anak mereka sendiri. Akan tetapi mereka masih juga menyembunyikan sifat-sifat Nabi SAW yang terdapat dalam kitab mereka
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu dari tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.
الحق (kebenaran) yang diberitahukan Allah tentang arah kiblat kepadamu (Muhammad) bukanlah yang diucapkan oleh orang Yahudi/Nashrani, melainkan itulah kiblat yang benar yang dulu menjadi kiblat Nabi Ibrahim AS, oleh karenA itu, janganlah engkau ragu karena kiblatmu adalah kiblat Nabi-nabi Allah sebelummu.
Berlombah-lombah dalam kebaikan
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlombah-lombahlah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya, sungguh, Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
Secara global makna ayat ini dapat dirinci sebagai berikut:
Setipa umat mempunyai kiblatnya sendiri dalam shalatnya, sesuai dengan kecenderungan /keyakinan masing-masing, seperti halnya Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang menghadap ke ka’bah, Bani Israil yang menghadap ke Bait al-Maqdis, dan orang muslim umat Muhammad menghadap ke ka’bah. Meskipun terjadi perbedaan tentang arah kiblat, tapi masing-masing bertujuan mencapai ridla Allah SWT dan melakukan kebajikan.
استبقوالخيرات  dalam tafsir al-Thabari berasal dari kata الاستباق (bergegas) / bergegaslah dalam melakukan kebaikan. Waktu yang diberikan Allah kepada Manusia sungguh amat berharga, oleh karena itu gunakanlah waktu yang Allah berikan kepada kita dengan ikhlas dan ridlo menjalankan semua yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi semua larangannya.
أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا kita hidup didunuia janganlah berselisih dikarenakan kita semua pasti akan menjumpai kematian, dimanapun kita berada pasti Allah akan mengumpulkan kita pada hari kiamat.
Kebenaran arah Kiblat dan CCTV Allah
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram, sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
Dari tempat manapun kalian berada, maka palingkanlah wajahmu ketika Shalat ke arah Ka’bah, Masjidil Haram. Dan ini merupakan ketetapan dari Allah SWT. Allah SWT sekali-kali tidak lengah/lupa terhadap apa yang kamu kerjakan dan dia mencatat serta memberikan pahala dan siksaan di hari kiamat. Pada redaksi ini Allah juga menjelaskan dalam Surat al-Zalzalah ‘’Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah niscaya dia akan melihat balasannya’’ dan ingat disamping kanan kiri kita ada CCTV Allah yang selalu memantau dan mencatan kebaikan dan keburukan yang dilakukan, yakni Raqib dan Atid.
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu kearah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu), kecuali orang-orang yang dzalim diantara mereka. Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku, agar aku sempurnakan nikmatku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk.

Pengulangan perintah menghadap ka’bah disini terjadi tiga kali, para Ulama’ berbeda pendapat mengenai tiga kali pengulangan. Ada yang mengatakan perintah itu mengandung beberapa kondisi. Pertama, ditujukan kepada orang-orang yang menyaksikan ka’bah secara langsung, kedua, bagi orang-orang di makkah tapi tidak menyaksikan ka’bah secara langsung, ketiga, bagi orang-orang yang berada di negara lain. Demikian pendapat Fakhrur Razi.
Sedangkan pendapat yang Rajih (kuat) menurut al-Qurthuby, yang pertama, ditujukan kepada orang-orang di Makkah, yang kedua, ditujukan kepada orang dinegara lain, dan yang ketiga, bagi orang yang melakukan perjalanan.
Ketetapan arah kiblat kapan dan dimanapun merupakan agar tidak ada hujjah manusia atas kamu / agar Ahlul Kitab tidak ada yang mengejek dan mengkritik kamu. Kecuali orang-orang dzalim / Ahlul Kitab yang keras kepala dan menyembunyikan kebenaran, tapi janganlah takut Allah akan menyertaimu dalam perlindungannya.
Kenikmatan atas diutusnya Rasulullah SAW
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad ) dari kalangan kamu yang membacakan ayat-ayat kami, mensucikan kamu, dan mengajarkan kepada kamu kitab (Alquran) dan hikmah (sunnah) serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.
Allah mengingatkan kepada orang-orang beriman akan nikmat yang Allah karuniakan kepada mereka, yakni dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlaq dimuka bumi ini, coba kita renungkan umpama tiada Nabi yang diutus untuk umat ini, pasti semuanya kembali lagi seperti zaman jahilia yang kehidupannya penuh dengan kemusyrikan dan keterpurukan.
Pada ayat ini  juga mengingatkan kepada kaum muslimin bahwa kebijakan Rasulullah SAW tentang arah kiblah itu tidak kliru dan bahkan Allah merestuinya, dikarenakan Allah mengutus Nabi untuk mengajarkan al-Hikmah yakni Sunnah Rasul baik bentuk perkataan, perbuatan maupun pembenaran yang dilakukan manusia.
Ayat ini juga merupakan bukti dari dikabulkannya do’a Nabi Ibrahim as. Yang dipanjatkan ketika beliau bersama putranya Isma’il as. Membangun Ka’bah. Permohonan Nabi Ibrahim dalam surat al-Baqarah 129 yang berbunyi:


رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Tuhan kami! Utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitâb dan al-Hikmah serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana” (QS. al-Baqarah [2]: 129.

Seruan Dzikir dan Syukur

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. 
Allah menyerukan kepada kita untuk selalu mengingatnya, niscaya Allah akan ingat kepadamu, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ‘’Ingatnya Allah SWT kepada kalian itu lebih besar dari pada ingatnya kalian kepadanya’’, dan dalam Surat al-Anfal Allah menjelaskan devinisi Mukmin yang ketika disebut asma Allah gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayatnya bertambah kuat imannya. Oleh karena itu, kita sebagai umat Muhammad dalam setiap nafas jangan sampai putus dari dzikir kepada Allah, dzikir menyebabkan hati kita tenang, الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Dan yang terakhir Allah menyerukan agar hambanya untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dan atas rasa syukur itu Allah memberikan tambahan kebaikan kepada hambanya.  Sebagaimana diterangkan dalam Surat Ibrahim ayat 7 sebagai berikut:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bersama Para Guru